Celah Hukum Cyber Crime

Celah Hukum Cyber Crime

cybercrime, Celah Hukum Cyber Crime, tugas bsi eptik,

Celah Hukum Cyber Crime

Pada dasarnya sebuah undang-undang dibuat sebagai jawaban hukum terhadap persoalan yang dihadapi oleh masyarakat. Namun pada pelaksanaannya tak jarang sebuah undang undang yang sudah terbentuk menemui kenyataan yang mungkin tidak terjangkau saat undang-undang dibentuk.

Faktor yang mempengaruhi munculnya kenyataan diatas adalah : 
a. Keterbatasan manusia memprediksi secara akurat apa yang akan terjadi dimasa yang akan datang. 
b. Kehidupan masyarakat manusia baik sebagai kelompok dan bangsa 
c. Pada saat undang-undang diundangkan langsung “konservatif” 

Menurut Suhariyanto (2012) celah hukum kriminalisasi Cyber crime yang ada dalam undang-undang ITE antara lain : 

1. Pasal Pornografi Di Internet (Cyberporn) 
Perumusan tindak pidana pornografi di internet diatur dalam Pasal 27 ayat 1 UU ITE yang berbunyi:
“ Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hakmendistribusikan dan /atau mentransmisikan dan/atau membuat dan dapat diaksesnya informasi elektronikdan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melannggar kesusilaan.” 
Setidaknya ada hal yang perlu diperhatikan dalam pasal ini, yaitu pertama, dalam hal penetapan pelaku (subjek hukum). Pelaku yang dapat terjerat oleh ketentuan ini adalah pihak yang menditribusikan, mentranmisikan dan/atau membuat dapat di aksesnya informasi elektronik dan atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan, sedang pihak yang memproduksi dan menerima distribusi dan transmisi tersebut tidak dapat terjerat dengan pasal ini. Selain itu juga pihak yang mengakses informasi elektronik atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan juga tidak dapat dipidana dengan pasal ini. Kedua, definisi kesusilaannya belum ada penjelasan batasannya.

2. Pasal perjudian di internet (gambling online) 
Perjudian di internet diatur dalam pasal 27 ayat (2) UU ITE yang berbunyi: 
“setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menditribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronikyang memiliki muatan perjudian”. 
Dalam pasal ini dengan jelas terlihat terdapat celah hukum yaitu pelaku yang dapat terjerat dalam hal ini hanyalah pihak yang menditribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronikyang memiliki muatan perjudian sedangkan bagi pihak-pihak yang tidak disebutkan dalam teks pasal tersebut , akan tetapi terlibat dalam perjudian di internet. Misalnya : Para penjudi yang bermain atau menggunakan atau mengakes tidak dikenakan pidana. 

3. Pasal penghinaan dan/atau pencemaran nama baik melalui internet 
Penghinaan dan/atau pencemaran nama baik melalui internet dapat dilihat diatur dalam pasal 27 ayat (3) Undang-undang ITE. Di mana pasall tersebut berbunyi: 
“setiap orang dengan segaja dan tanpa hak menditribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.” 
Berdasarkan pasal diatas, dalam hal implementasi pembuktian terhadap pasal tesebut harus benar-benar dengan hati-hati, jangan sampai hal ini menjadi celah bagi pihak-pihak yang arogan untuk menjadikan pasal ini sebagai pasal karet yang secara sempit dinilai mengekang kebebasan berpendapat. 

4. Pasal pemerasan dan/atau pengancaman melalui internet 
Pemerasan dan/atau pengancaman yang dilakukan melalui media internet telah diatur dalam pasal 27 ayat (4) yang berbunyi: 
“setiap orang yang denga sengaja dan tanpa hak menditribusika dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatanpemerasan dan/atau pengancaman.” 
Bila dihubungkan dengan pasal 29 UU ITE yang secara khusus mengatur mengenai ancaman kekerasan, maka pengancamam yang diatur dalam pasal 27 ayat (4) ini adalah ancaman yang bukan berupa ancaman kekeraan. Atinya janji pengancaman yang terkandung dalam ancamannya bukan berupa “akan melakukan kekerasan” terhadap piihak yang diancam. 
Pasal 29 UU ITE tersebut menentukan 
“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi.” 
Disebutkan dalam pasal 29 jo pasal 45 ayat 3 tersebut bahwa ancaman tersebut haruslah ditunjukan secara pribadi. Sutan berpendapat bahwa tindak pidana tersbut hanya dapat dipertanggung jawabkan secara pidana kepada pelakunya apabila sasaran atau korban tindak pidana tersebut adalah orang perseoragan (manusia atau natural person). Berdasarkan kesimpulan seperti itu, berarti UU ITE tidak/atau belum mengatur cyber terrorism yang ditujukan atau yang korbannya korporasi/ bukan orang perseorangan (bukan manusia atau natural person) yang notabene banyak cyber terrorism yang ditujukan kepada korporasi misalnya organisasi LSM atau unit organisasi pemerintah. 

5. Penyebaran berita bohong dan penghasutan melalui internet 
Penyebaran berita bohong dan penghasutan melalui internet diatur dalam pasal 28 ayat (1) menentukan: 
“setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebakan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik”. 
Dalam hal ini terdapat celah hukum, diantaranya, pertama pihak yang menjadi korban adalah konsumen dan yang menjadi pelaku adalah perusahaan produsennya. Sementara di lain pihak perlu dipertanyakan apakah produsen juga dapat menjadi korban dari ulah konsume. Jika demikian terjadi penyebaran berita bohong dan penyesatan yang dilakukan oleh konsumen terhadap produsen melalui internet, maka tidak dapat dikenakan pasal ini. Bahkan bisa jadi terjadi antar produsen melakukan manufer-manufer untuk saling menjatuhkan perusahaan produsen saingannya dengan menyebarkan berita bohong dan penyesatan terhadap sesame perusahaan produsen, maka dengan teks yang demikian perbuatan-perbuatan antar produsen tersebut tidak dapat dijerat berdasarkan pasal ini. Kedua, akibat dari perbuatannya adalah kerugian konsumen. Hal ini terdapat pertanyaan jika tidak terdapat kerugian konsumen, maka tidak dapat dipidana dengan pasal ini, meskipun berita tersebut bohong dan menyesatkan. Disisi lain, jika dengan pemberitaan bohong dan menyesatkan itu malah menjadikan konsumen mendapatkan keuntungan maka tidak dapat dipidana juga dengan pasal ini. 

6. Profokasi melalui internet 
Profokasi melalui internet diatur dalam pasal 28 ayat (2), yaitu: 
“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas Suku, Ras, Agama dan Antar Golongan (SARA)”. 
Makna kata “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas Suku, Ras, Agama dan Antar Golongan (SARA)”. Dalam pasal ini menunjukan bahwa aparat penegak hukum harus bisa membuktikan apakah informasi yang disebarkan bertujuan untuk menimbulkan kebencian dan permusuhan atau tidak.

Ada dua kondisi yang bisa terjadi, pertama bisa jadi pelaku penyebar informasi tersebut tidak bertujuan untuk memprofokasi, tapi dalam kenyataannya informasi tersebut menimbulkan profokasi berupa menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan. Kondisi kedua bisa jadi sebaliknya, yaitu penyebaran informasi tersebut bertujuan menyebarkan profokasi, maka ia menginginkan timbulnya rasa kebencian dan permusuhan, namun kenyataannya hal ini tidak terjadi. Dengan demikian pelaku dapat dipidana sekalipun akibat yang diinginkan tidak sampai terjadi.

Celah Hukum Cyber Crime

Komentar